Etika Persaingan Bisnis dalam Perspektif Islam
A. Pendahuluan
Revisi makalah ini lebih banyak menitik tekankan pada bentuk-bentuk persaingan antar sesama produsen dalam perekonomian modern, yang kemudian dikaitkan dengan bentuk-bentuk persaingan dalam ajaran Islam. Perbedaan makalah ini dengan makalah yang dibuat sebelumnya adalah dalam makalah sebelumnya permasalahan yang dikaji tidak jelas (mengambang), disebabkan rumusan masalah yang kurang tepat. Sedangkan makalah ini disusun berdasarkan atas segala macam masukan yang diterima dalam forum diskusi.
Etika sebagai praktis berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktikan atau justru tidak dipraktikan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Secara filosofi etika memiliki arti yang luas sebagai pengkajian moralitas.
Alasan mengejar keuntungan, atau lebih tepat, keuntungan adalah hal pokok bagi kelangsungan bisnis merupakan alasan utama bagi setiap perusahaan untuk berprilaku tidak etis. Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk, bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena pertama, secara moral keuntungan memungkinkan perusahaan bertahan (survive) dalam kegiatan bisnisnya. Kedua, tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang produktif dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Ketiga, keuntungan tidak hanya memungkinkan perusahaan survive melainkan dapat menghidupi karyawannya ke arah tingkat hidup yang lebih baik. Keuntungan dapat dipergunakan sebagai pengembangan (expansi) perusahaan sehingga hal ini akan membuka lapangan kerja baru. Dalam mitos bisnis amoral diatas sering dibayangkan bisnis sebagai sebuah medan pertempuran. Terjun ke dunia bisnis berarti siap untuk betempur habis-habisan dengan sasaran akhir yakni meraih keuntungan, bahkan keuntungan sebesar-besarnya secara konstan. Ini lebih berlaku lagi dalam bisnis global yang mengandalkan persaingan ketat.
Bahkan di era pasar bebas sekarang ini, banyak dari para pelaku bisnis yang menghalakan segala cara demi memenangkan persaingan dan kelancaran transaksi bisnis mereka. Uang pelicin, perempuan penghibur, seolah-olah merupakan satu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan ketika para pembisnis akan melakukan kontrak kesepakatan kerjasama mereka.
Menurut pengalaman Kurniawan.E.Susetyo, di negara Thailand, ketika kata sepakat dalam urusan bisnis telah terucap, maka mereka tidak tanggung-tanggung memberikan jamuan yang sangat spesial bagi rekan bisnisnya. Mulai dari menghidangkan makana-makanan restoran kelas atas, mendatangkan wanita-wanita penghibur, sampai dalam bentuk yang lebih ekstrim lagi yakni merelakan anak perempuan ataupun istrinya untuk menemani rekan bisnisnya itu .
Para pembisnis Indonesia juga kelihatannya tidak mau kalah dalam soal bonus extra dalam transaksi bisnis. Kita lihat saja kasus yang menimpa Al-Amin Nasution, seorang anggota DPR RI. Ketika dia telah setuju untuk mengalih pungsikan hutan bakau, tanjung api-api, Sumatra Selatan menjadi pelabuhan kapal, maka selain mendapatkan uang pelicin dari Candra Antonia (pengusaha yang menggagas proyek ini), dia juga mendapatkan bonus ditemani seorang mahasiswi.
Dalam kasus yang lebih kecil, kita sering kali melihat baik itu di media koran ataupun televise akan seringnya pihak kepolisian mengalami kegagalan dalam menjaring para PSK yang bertebaran dijalanan. Ketika sedang diadakan razia, maka otomatis tak satupun para PSK yang keluar menawarkan dirinya dijalanan. Dari penuturan salah satu PSK yang ditayangkan dalam acara “Investigasi”, mereka mengaku membayar setiap bulan uang keamanan kepada pihak kepolisian, dan setiap akan diadakan penertiban PSK, mereka akan selalu mendapat pemberitahuan sebelumnya. Ataupun dalam kasus penyewaan VCD dan DVD. Kenapa setiap kali diadakan razia VCD dan DVD bajakan dan porno, yang selalu kedapatan adalah rental-rental penyewaan yang bermodal kecil? Alasan kongkritnya adalah karena mereka tidak mampu membayar uang keamanan kepada pihak yang berwenang.
Dari beberapa contoh yang penulis ajukan, penulis kira itu sangat tepat dengan semboyang Niccolo Machiavelli yang terkenal yakni “menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan”. Dalam hemat Hans King (1998), Machiavelli dalam konteks etika merekomendasikan hal yang lebih ektrim dengan mengabaikan hukum atau moralitas yang ada bila itu diperlukan demi mengejar tujuan yang diinginkan . Dan penulis kira, dunia bisnis pada abad ini masih menganut pedoman itu. Dalam persaingan di dunia bisnis semua bisa dihalalkan. Mulai dari melakukan bentuk persaingan yang tidak sehat (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), ataupun melenyapkan saingan bisnisnya, itu semua sering kali dilakukan dalam dunia bisnis dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan lebih banyak lagi, atau dengan bahasa lain “prosper on the exspense of others” (makmur dengan mengorbankan orang lain.
Dalam ajaran Islam, kegiatan bisnis sangat dianjurkan, Tapi harus sesuai dengan apa yang telah ditetapkan baik itu oleh Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi. Keduanya menjadi pedoman bagi kaum muslim dalam melakukan kegiatan bisnisnya.
Dari gambaran di atas, maka penulis ingin mencari bagaimana sebenarnya bentuk etika bisnis dalam memenangkan persaingan dalam ajaran Islam. Dan tentunya, agar kesimpulan yang nantinya bisa bersifat lebih objektif, maka penulis akan bandingkan dengan dua aliran besar, yakni kapitalisme dan komunisme.
B. Rumusan Masalah
Dengan mempertimbangkan alur latar belakang di atas, dan untuk memudahkan dan memfokuskan kajian makalah ini, penulis akan memberikan ruang lingkup rumusan masalah sebagai berikut:
1. Strategi apa saja yang dilakukan oleh produsen untuk memenangkan persaingan dalam perekonomian modern saat ini?
2. Bagaimana konsep ajaran Islam untuk memenagkan persaingan usaha?
C. Metodelogi Penelitian
Untuk memudahkan kajian makalah ini, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :
(1) Deskripsi. Dengan metode ini, penulis mencoba menggambarkan bagaimana bentuk-bentuk persaingan yang ada di dunia bisnis. Baik itu dari kegiatan bisnis yang berlandaskan konsep Kapitalisme, Komunisme dan Islam.
(2) Komparasi. Dengan metode ini penulis akan mencoba membandingkan bagaimana sebenarnya perbedaan antara konsep etika bisnis Islami dalam memenangkan persaingan bisnis, dengan aliran Kapitalisme dan Komunisme. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar bisa mendapatkan kesimpulan yang lebih representative dan objektif tentunya.
(3) Interpretsi. Dalam hal ini penulis berusaha mencoba menafsirkan dan menganalisis perbedaan ataupun persamaan yang ada dari ketiga aliran tersebut, dalam memenangkan persaingan bisnis.
D. Persaingan Usaha dalam Perekonomian Modern
Persaingan antar pelaku usaha di dunia bisnis dan ekonomi adalah sebuah keharusan. Persaingan usaha dapat diamati dari dua sisi, yaitu sisi pelaku usaha atau produsen dan sisi konsumen. Dari sisi produsen, persaingan usaha berbicara mengenai bagaimana perusahaan menentukan strategi bersaing, apakah dilakukan secara sehat atau saling mematikan. Dari sisi konsumen, persaingan usaha terkait dengan seberapa tinggi harga yang ditawarkan dan seberapa banyak ketersediaan pilihan. Kedua faktor tersebut akan menentukan tingkat kesejahteraan konsumen atau masyarakat.
Dalam dunia perekonomian modern, langkah-langkah yang biasa digunakan untuk memenangkan suatu persaingan usaha dari pihak produsen bisa berupa :
1. Praktek Dumping
Menurut Kamus Lengkap Perdagangan Internasional dumping adalah penjualan suatu komoditi di suatu pasar luar negeri pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai yang wajar, biasanya dianggap sebagai tingkat harga yang lebih rendah daripada tingkat harga di pasar domestiknya atau di negara ketiga.
Sementara itu menurut Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia) dumping adalah suatu bentuk diskriminasi harga, di mana misalnya seorang produsen menjual pada dua pasar yang berbeda atau dengan harga-harga yang berbeda, karena adanya penghalang tertentu antara pasar-pasar tersebut dan terdapat elastisitas permintaan yang berbeda antara kedua pasar tersebut .
Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang
Membancirnya produk-produk impor di negara kita ini, baik itu produk makanan ataupun tekstil yang harganya jauh lebih murah dari produk sejenis buatan lokal, kemungkinan besar itu juga merupakan salah satu cara pengusaha negara lain untuk memenangkan persaingan dan mematikan pengusaha lokal dengan praktek dumping ini.
Dalam program SIGI tanggal 19 oktober 2008 yang ditayangkan oleh stasiun TV SCTV jam 13.00-13.30, membahas tentang keterpurukan industri tekstil Indonesia. Keterpurukan ini diakibatkan oleh membanjirnya tekstil buatan Cina di tanah air (baik dengan cara resmi atau selundupan) mengakibatkan para pengusaha tekstil lokal yang kebanyakan berpusat di Bandung tidak bisa bersaing dengan produk Cina, yang memiliki kualitas tinggi dengan harga yang relatif lebih terjangkau. Selain disebakan oleh mesin tekstil yang dimiliki kebanyakan pengusaha lokal sudah berusia 20 tahun ke atas, juga disebabkan oleh praktek dumping yang dilakukan oleh pengusaha Cina. Dalam pengoperasian mesin produksi yang dimiliki oleh pengusaha lokal, membutuhkan daya listrik yang tinggi dan tenaga kerja yang banyak. Untuk itu, maka pengusaha lokal harus mengeluarkan biaya yang cukup besar setiap kali berproduksi, sehingga untuk menutup biaya produksi yang besar adalah dengan cara menaikkan harga jual hasil produksi mereka. Yang terjadi kemudian adalah barang hasil produksi mereka tidak laku di pasaran disebabkan harga jual yang tinggi dan tidak mampu bersaing dengan produk buatan cina, sehingga para pengusaha tekstil Indonesia banyak yang mengalami kebangkrutan, dan mesin-mesin yang tidak beroprasi lagi banyak yang dijual kiloan ke pedagang besi tua untuk menutup sebagian kecil dari kerugian yang mereka alami.
2. Praktek Countervailing
Menurut Adhi Warman dalam bukunya "Ekonomi Islam ; Suatu Kajian Kontemporer", praktek countervailing diartikan sebagai pemberian berbagai macam subsidi dan fasilitas yang dilakukan oleh suatu negara kepada produsun di negaranya agar mampu menjual hasil produksinya dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga di pasar internasional.
Praktek Countervailing ini seringkali ditemukan di negara maju atau industri. Negara memberikan berbagai macam subsidi dan fasilitas, terutama kepada produsen pertanian dan peternakan. Sehingga, dengan berbagai macam subsidi dan fasilitas yang diterima, si produsen mampu menghasilkan produksi dengan skala yang sangat besar. Kelebihan dari hasil produksi yang dihasilkan, ketika kebutuhan di negaranya telah terpenuhi, kemudian dijual di pasar internasional dengan harga yang sangat murah yakni di bawah harga standar internasional.
Di sisi lain, negara yang menjadi tujuan ekspor barang tersebut (negara berkembang), tidak mampu bersaing untuk menjual komoditas yang sama. Hal ini disebabkan karena, pemerintah di negaranya tidak mampu memberikan subsidi dan fasilitas bagi mereka. Sehingga tidaklah mengherankan jika suatu negara yang dikategorikan sebagai negara agraris yang penduduknya mayoritas bekerja di sektor pertanian harus mengimpor beras dari negara lain.
3. Praktek Predatory Pricing
Praktek ini bisa diartikan sebagai penetapan harga yang murah untuk mematikan pesaing. Pada saat para pesaingnya telah gulung tikar, maka pengusaha yang menggunakan praktek predatory pricing akan menaikkan harga barangnya kembali ke posisi harga yang normal.
Predatory pricing terjadi apabila suatu perusahaan secara temporer mengenakan harga rendah sebagai upaya untuk membendung masuknya pesaing ke suatu pasar, mengenyahkan pesaing yang telah ada di dalam suatu pasar, atau mendikte pesaing di suatu pasar tertentu.
Praktek predatory prising seringkali dilakukan oleh pengusaha yang memiliki modal yang lebih besar untuk mematikan usaha pengusaha lain yang memiliki modal di bawahnya. Contoh kecil praktek seperti ini sangat jelas sekali terlihat pada persaingan antar supermarket dengan ruko ataupun kios yang menjual komoditas yang sama. Selisih harga barang antara di supermarket dengan harga barang di ruko ataupun di kios memang tidak terlalu signifikan. Akan tetapi, untuk memenangkan persaingan, para pengelola supermarket seringkali menurunkan harga barang mereka, memberikan diskon, memberikan berbagai macam bentuk undian berhadiah yang kiranya tidak bisa diberikan oleh pedagang ruko maupun pedagang kios.
4. Praktek Kolusif
Praktek kolusif ialah perilaku beberapa perusahaan untuk mengatur harga secara bersama-sama atau membagi-bagi pasar sedemikian rupa sehingga memaksimumkan keuntungan masing-masing perusahaan. Perilaku kolusi dapat dilakukan dengan tersembunyi (tacit collusion) ataupun terbuka (explicit collusion). Contoh perilaku kolusi terbuka adalah pembentukan kartel oleh perusahaan-perusahaan.
Dalam pengamatan penulis, praktek kolusif ini seringkali dilakukan oleh para pengelola supermarket (misalnya : Daimond, Carrefur, Alfa Mart ). Praktek kolusif yang mereka lakukan bisa berupa pemberian diskon terhadap suatu prodak secara bergantian ataupun tidak akan memberi diskon terhadap suatu prodak jika ditempat lain sedang memberikan diskon terhadap prodak yang sama. Misalnya : jika di supermarket Carrefur sedang memberikan diskon terhadap pembelian produk susu, maka kemungkinan besar di Alfa Mart produk yang di diskon adalah selain produk susu tersebut, begitu juga sebaliknya. Jadi, bisa dipastikan bahwa kita tidak akan pernah menemukan pemberian diskon terhadap produk yang sama, pada waktu yang sama diantara supermarket Carrefur, Alfa Mart, maupun Daimond.
5. Praktek Monopoli
Praktek monopoli terjadi ketika si pengusaha menjadi penjual tunggal atas suatu produk barang dalam suatu perdagangan. Hal ini mengakibatkan si pengusaha bisa melakukan pematokan harga suatu barang semaunya. Praktek monopoli baru bisa terjadi jika mendapatkan restu dari pemerintah. Bahan Bakar Minyak, Listrik merupakan usaha yang dimonopoli oleh BUMN Pertamina dan PLN. Sehingga tidaklah mengherankan jika penaikkan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik tidak terlalu memperhatikan mekanisme pasar. Hal ini disebakan karena ketiadaan rival dalam sektor yang sama. Andaikata Peramina dan PLN memiliki rival dalam sektor yang sama, kemungkinan besar ceritanya akan berbeda. Dan tidak menutup kemungkinan, persaingan yang mucul seperti persaingan dalam sektor telekomunikasi.
6. Praktek Monopsoni
Tidaklah jauh berbeda dengan praktek monopoli, praktek monopsoni terjadi ketika dalam suatu perdagangan hanya terdapat pembeli tunggal. Hal ini lantas mengakibatkan pada penetapan harga terhadap produk yang mau di jual oleh pihak lain didasarkan atas kemauannya sendiri.
Praktek monopsoni, di Nusa Tenggara Barat, khususnya di pulau Lombok, terlihat sekali dalam praktek jual-beli tembakau. Para pemilik gudang tembakau (perusahaan Djarum), kerap kali memberikan harga atas penjualan tembakau para petani di bawah harga pasar yang berlaku. Para petani di sana hanya bisa menerima dengan pasrah saja. Hal ini disebabkan karena kebutuhan mereka akan uang untuk menutup biaya produksi yang telah dilakukan. Sehingga mereka tidak bisa berbuat banyak atas penetapan harga yang diberikan.
E. Persaingan Usaha dalam Ajaran Islam
Dalam semua hubungan, kepercayaan adalah unsur dasar. Kepercayaan diciptakan dari kejujuran. Kejujuran adalah satu kualitas yang paling sulit dari karakter untuk dicapai didalam bisnis, keluarga, atau dimanapun gelanggang tempat orang-orang berminat untuk melakukan persaingan dengan pihak-pihak lain. Selagi kita muda kita diajarkan, di dalam tiap-tiap kasus ada kebajikan atau hikmah yang terbaik. Kebanyakan dari kita didalam bisnis mempunyai satu misi yang terkait dengan rencana-rencana. Kita mengarahkan energi dan sumber daya kita ke arah tujuan keberhasilan misi kita yang kita kembangkan sepanjang perjanjian-perjanjian. Para pemberi kerja tergantung pada karyawan, para pelanggan tergantung pada para penyalur, bank-bank tergantung pada peminjam dan pada setiap pelaku atau para pihak sekarang tergantung pada para pihak terdahulu dan ini akan berlangsung secara terus menerus. Oleh karena itu kita menemukan bahwa bisnis yang berhasil dalam masa yang panjang akan cenderung untuk membangun semua hubungan atas mutu, kejujuran dan kepercayaan.
Dan inilah yang menjadi salah satu kunci sukses Rasulullah dalam berbisnis. Dalam dunia bisnis kepercayaan sangat penting artinya. Tanpa didasari atas rasa saling percaya, maka transaksi bisnis tidak akan bisa terlaksana. Akan tetapi, dalam dunia bisnis juga kita dilarang untuk terlalu cepat percaya pada orang lain, karena hal ini rawan terhadap penipuan. Maka, kita dianjurkan untuk melihat track record lawan binis kita sebelumnya.
Dalam ajaran Islam, setiap muslim yang ingin berbisnis maka dianjurkan untuk selalu : melakukan persaingan yan sehat, jujur, terbuka dan adil.
1. melakukan persaingan yang sehat.
Baik itu dalam bentuk tidak diperbolehkan menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain, tidak diperbolehkan membeli barang pedagang yang dari kampung yang belum tahu harga pasar, Tidak diperbolehkan pura-pura menawar barang dengan harga tinggi untuk mengelabui pembeli yang lain. Hal ini berpedoman pada firman Allah dalam Q.S. Al- Baqarah : 188, yang artinya : “Janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian kamu dengan cara yang bathil”. Selain itu juga, berbeda dengan sistem kapitalisme dan komunisme yang melarang terjadinya monopoli ataupun monopsoni, di dalam ajaran Islam siapapun boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual atau pembeli, asalkan dia tidak melakukan ikhtikar, yaitu mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi atau dalam istilah ekonominya monopoly’s rent.
2. Kejujuran.
Sebagaian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha senantiasa terbuka dan transparan dalam jual belinya. Ketika kita memiliki sifat jujur, maka orang lain akan menaruh kepercayaan pada kita dan dia tidak perlu terlalu khawatir berbisnis dengan kita. Banyak sekali orang yang berhasil dalam dunia bisnis karena sifat jujur yang mereka miliki. Hal ini berpedoman pada Q.S. Al-Ahzab : 70, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”.
3. Keterbukaan.
Pada zaman sekarang ini, ketika manusia yang satu dengan manusia yang lain sulit sekali saling percaya, apalagi dalam masalah yang berkaitan dengan keuangan, maka setiap usaha yang ingin menjalin kerjasama ditintut untuk terbuka. Terbuka dalam arti bahwa memiliki laporan keuangan yang jelas atas usaha yang dimiliki dimana laporan keuangan tersebut bisa diaudit oleh pihak-pihak terkait. Dan sifat terbuka inilah yang merupakan salah satu kunci sukses keberhasilan Rasulullah dalam berbisnis menjual barang-barang dagangan khodijah.
4. Keadilan.
Salah satu bentuk sederhana dalam berbisnis yang berkaitan dengan keadilan adalah tidak menambah atau mengurangi berat timbangan dalam jual-beli. Hal ini berpedoman pada Q.S. Al-Isra : 35, yang artinya : “Dan sempurnakanlah takaran ketika kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Adhiwarman A. Karim. 2001. Ekonomi Islam; Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.
Badrun, Faisal. 1996. dkk. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta : Kencana Press.
Faisal H. Basri & Dendi Ramdani. 2001. Kebijakan Persaingan di Era Otonomi ; Peranan KPPU. Jakarta : Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta : Rajawali Pers.
Sukarmi, 2002. “Regulasi Antidumping Di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas”. Sinar GRafika.
Susetyo, Kurniawan Eko. 2004. X-File : Menguak Tabir Mahasiswa. Jakarta : Eco Press.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda